Untuk meraih kesuksesan tentunya tidak hanya ditentukan oleh kemampuan otak
(kecerdasan
intelektual)
dan kecerdasan emosional
semata,
namun
juga dibutuhkan kecerdasan
spiritual. Salah satu
dasar kecerdasan
spiritual yaitu sejauh mana seseorang mampu
melibatkan
Allah, subhanahu wa
ta’ala, dalam
setiap
tahapan/proses
kehidupannya.
Lantas
bagaimana
caranya?.
Saya telah berbagi materi
pada postingan terdahulu
berjudul
“Rahasia
Sukses
Menjadi
Seorang
Juara”. Disitu saya memberi sebuah
cara
yang cukup simpel namun powerful
melalui
lisan
kita
yaitu
dengan
mengucapkan/membaca
basmalah
(bismillah, atau lengkapnya “bismillahirrahmanirrahim"
yang artinya “Dengan nama
Allah Yang Maha
Pengasih
lagi Maha Penyayang”) dalam setiap melaksanakan
urusan/pekerjaan
kita.
Dan yang saya contohkan adalah
membaca
bismillah pada setiap kali menjawab soal
ujian.
Namun,
ada
satu
hambatan
besar
dalam
meraih
kesuksesan
yang bersumber dari
hati,
yang jarang sekali disadari oleh
diri
kita,
yaitu
kesombongan
diri. Ya, memang benar, bahwa salah satu
faktor
penghambat
terbesar
seseorang
dalam
meraih
kesuksesan
adalah
kesombongan,
sekecil
apapun
itu
bentuk
kesombongannya.
Ibu
saya,
sering
menasehati
kami, anak-anaknya.
Dimana nasehat ini
beliau
dapati
langsung
dari
Guru Ngaji/Ustadnya. Beliau
menceritakan
bahwa
Gurunya
selalu
berpesan
kepada
murid-muridnya bahwa:
“Jangan Sombong, Jangan sekali-kali sombong karena orang yang sombong
itu Batal/Gagal”.
Dan
memang
Allah subhanahu wa
ta'ala tidak
menyukai
orang yang sombong sebagaimana
firmannya
di dalam Q.S. An-Nahl
[16] Ayat 23, yang artinya: "Tidak
diragukan
lagi bahwa Allah mengetahui apa
yang mereka rahasiakan dan apa
yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Dia
tidak menyukai orang yang sombong."
Di
ayat
lainnya,
Allah melarang kita
berjalan
di muka bumi ini dengan sombong, di
Q.S. Al-Isra' [17] Ayat 37 yang artinya:
"Dan janganlah engkau berjalan di bumi
ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak
akan dapat menembus bumi
dan tidak
akan mampu menjulang setinggi gunung.“
Maka
dari
itu
sudah
selayaknyalah
kita
menjaga
hati
ini
untuk
selalu
tawadhu',
rendah
hati
dan tidak sombong. Sebesar
apapun
kesuksesan
yang kita raih, setinggi apapun
prestasi
yang kita dapat dan sebanyak apapun
nikmat
yang kita peroleh. Kuncinya:
Tetap
tawadhu',
rendah
hati
dan tidak sombong serta
selalu
melibatkan
Allah, subhanahu wa
ta'ala dalam setiap tahapan/proses
kehidupan
kita.
Saya
mau
berbagi
sedikit
cerita
tentang
pengalaman
pribadi
saya.
Pada tahun 2015 saya menerima beasiswa
S2 dari Pusat Pembinaan,
Pendidikan, dan Pelatihan Perencana,
Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren
Bappenas)
/ Beasiswa
Bappenas.
Saya ditempatkan di
Program Studi Magister Ilmu
Perencanaan
Wilayah pada salah satu perguruan tinggi
negeri di Bogor (IPB).
Pada
semester-semester awal perkuliahan,
kami (para mahasiswa) diajari
berbagai
ilmu dan metode penelitian. Hal ini bertujuan agar
kami memiliki beragam pengetahuan
serta
alternatif
metode
penelitian
untuk
digunakan
di dalam penyusunan tesis
kami nantinya.
Pada
semester 1 terdapat kuliah
dan praktikum mengenai
ilmu
ekonometrika
(gabungan
dari
ilmu
ekonomi,
matematika
dan statistika).
Pada saat itu, salah satu
dosen
pengampunya,
seorang
Profesor
muda,
saat
beliau
mengajar
di kelas kami, beliau
menceritakan
kebiasaan
mahasiswa
S2 yang sering menggunakan metode
sederhana
dalam
penyusunan
tesisnya.
“Belum ada satupun mahasiswa
S2 yang berani keluar dari mainstream
dan mengambil metode
ekonometrika
dalam
tesisnya”,
ujar
beliau.
Saya,
yang duduk di barisan
paling depan, setelah mendengar
ucapan
dosen
tersebut,
hati
saya
terasa
terpanggil
sekaligus
tertantang.
Dan pada saat itu juga saya bertekad dalam
hati
saya:
insya allah,
saya
akan
menggunakan
metode
ekonometrika
ini
pada tesis saya nantinya (Walaupun
saat
itu
saya
belum
mengetahui
rencana
judul
tesis
saya).
Di semester berikutnya,
semester 2 terdapat mata kuliah metode penelitian. Berbagai
metode
diajarkan
dalam
mata
kuliah
ini,
mulai
dari
metode
yang sangat sederhana sampai
dengan
metode
yang kompleks.
Salah satu metode kompleks yang
diajarkan
kepada
kami yaitu Metode Pemodelan Sistem
Dinamik.
Walaupun
Metode
Pemodelan
Sistem
Dinamik
ini
hanya
diajarkan
secara
umum
/ sebatas
materi
dasar
saja,
namun
saat
itu,
hati
saya
merasa
klik dengan
metode
tersebut.
Saya lalu bertekad pada
saat
itu:
insya allah, saya akan menggunakan metode
pemodelan
sistem
dinamik
tersebut
pada tesis saya nantinya (Walaupun
saat
itu
saya
masih
belum
mengetahui
rencana
judul
tesis
saya).
Singkat
cerita,
di semester berikutnya saya
telah
mendapatkan
ide dan mengusulkan judul
proposal tesis. Tentunya setelah
melalui
proses konsultasi dengan
ke-2 dosen pembimbing saya.
Judul
tesis
yang saya angkat, yaitu: “Model Pembangunan Kabupaten
Malang Provinsi Jawa
Timur Berbasis Sistem Wilayah Pengembangan (WP)”. Dan sesuai dengan tekad saya pada semester sebelumnya
yang akan menggunakan 2 metode
dalam
tesis
saya
(Metode
ekonometrika
dan Metode pemodelan sistem
dinamik),
alhamdulillah mulai menampakkan tanda-tandanya,
mendekati
kenyataan.
Saya
akhirnya
memasukkan
kedua
metode
tersebut
sebagai
metode
utama
dalam
mencapai
tujuan
kedua
dan tujuan ketiga dari 3 tujuan yang ada dalam proposal tesis
saya.
Proposal saya tersebut kemudian
diuji
melalui
seminar Proposal pada tanggal 25
Mei 2016. Saat itu seminar proposal saya
dihadiri
oleh 30 mahasiswa S2 disertai
1 orang dosen pembimbing dan
1 orang dosen penguji yang
sekaligus
bertindak
sebagai
moderator.
Setelah
saya
selesai
mempresentasikan
proposal saya, tiba waktunya untuk
memasuki
sesi
tanya
jawab.
Moderator pun mempersilahkan
peserta
untuk
mengajukan
pertanyaan.
Pada sesi ini ada beberapa mahasiswa
yang mengajukan pertanyaan,
namun
ada
2 penanya
awal
yang pertanyaannya
cukup
unik,
diluar
dugaan
dan di luar substansi materi
presentasi
saya.
Penanya
pertama
adalah
kakak
tingkat
saya
dari
jalur
reguler
dan penanya yang
kedua
adalah
teman
satu
angkatan
saya
dari
jalur
beasiswa
bappenas.
Penanya
pertama
mulai
mengajukan
pertanyaannya:
“Jika saya
melihat
metode penelitian yang Anda gunakan dalam
penelitian
ini tampaknya Anda sangat berambisi menggunakan berbagai metode, terutama metode pemodelan sistem dinamik. Saya membayangkan, nantinya Anda akan
membuat
beberapa
pemodelan
sistem di masing-masing Wilayah Pengembangan (WP) di Kabupaten Malang yang memiliki
6 WP. Untuk
membuat
1 pemodelan
sistem saja sudah
sulit, apalagi Anda yang ingin membuat beberapa pemodelan sekaligus. Pertanyaan saya:
Apakah Anda sanggup
menyelesaikan tesis
Anda tepat
waktu dengan menggunakan metode tersebut, mengingat waktu
yang diberikan kepada Anda, khususnya mahasiswa yang dari
jalur beasiswa bappenas sangatlah terbatas?“
Adapun
Penanya
kedua
bertanya:
“Anda menggunakan metode Pemodelan Sistem Dinamik, dimana metode tersebut hanya
diajarkan di kelas dalam
satu kali pertemuan
dengan durasi waktu
yang relatif pendek, padahal metode ini
sangat kompleks dan membutuhkan waktu
untuk dapat memahaminya namun
Anda tetap
berambisi untuk menggunakan metode tersebut di dalam
Tesis Anda. Bagaimana
Anda menjelaskan hal
tersebut?.”
Saya
pun memberikan jawaban/klarifikasi
terkait
kedua
pertanyaan
tersebut.
Untuk
penanya
pertama,
saya
menyampaikan
bahwa
jika
saya
ditanya
apakah
saya
sanggup
menyelesaikan
tesis
ini
tepat
waktu,
maka
saya
katakan
iya,
insya allah saya sanggup. Memang
metode
pemodelan
sistem
dinamik
tersebut
masih
baru
bagi
saya,
Saya pun belum pernah mencobanya sebelumnya,
saya
juga belum tahu dimana letak kesulitannya.
Namun
saya
percaya
bahwa
saya
bisa,
dan saya optimis bahwa
saya
dapat
melakukannya,
insya allah.
Adapun
untuk
penanya
kedua,
saya
menyampaikan
bahwa:
Memang
metode
pemodelan
sistem
dinamik
ini
hanya
diajarkan
di dalam kelas dalam satu kali pertemuan dengan
durasi
waktu
yang relatif pendek.
Namun,
saya
juga alhamdulillah berkesempatan
mempelajari
metode
ini
dengan
mengikuti
perkuliahan
di kelas lain (istilahnya:
kuliah
sit in) yaitu di kelas mahasiswa S3 fakultas
kehutanan.
Di kelas tersebut, saya
dan mahasiswa S3 diajarkan
langsung
oleh Profesor dan Doktor
yang pakar dalam ilmu pemodelan sistem
dinamik.
Dari
pertanyaan
tersebut,
tampak
kedua
penanya
ini,
menilai
diri
saya
berambisi
dalam
penyusunan
tesis
dengan
menggunakan
metode-metode
yang relatif sulit,
kompleks
dan membutuhkan waktu
lama sedangkan pengetahuan,
kemampuan
dan waktu yang saya miliki terbatas.
Hal
tersebut
bisa
saya
maklumi,
dan memang ini bukan kali pertama saya
dianggap
berambisi.
Bahkan
dosen
pembimbing
saya
sendiri
juga sebelumnya, tatkala
saya
melakukan
asistensi
proposal tesis telah memiliki penilaian
serupa
terhadap
saya.
Kata yang dipakai dosen
pembimbing saya untuk menggambarkan
keinginan
saya
dalam
penyusunan
tesis
ini
bukan
ambisi
tetapi
“ambisius”.
Jika
ditinjau
dari
Kamus
Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata ambisi adalah keinginan (hasrat,
nafsu)
yang besar untuk memperoleh sesuatu
(seperti
pangkat,
kedudukan).
Sedangkan
ambisius
merupakan
kata sifat dari ambisi, yang memiliki
arti berkeinginan
keras
mencapai
sesuatu
(harapan,
cita-cita);
penuh
ambisi.
Sebenarnya
kata ambisi/ambisius ini
bisa
bermakna
positif
maupun
negatif.
Ambisi/ambisius
yang bermakna positif
manakala
keinginan/cita-cita
yang akan diraih itu diawali dengan
niat
yang baik untuk menghasilkan
karya
terbaik
dan memberi manfaat
bagi
diri
dan orang lain. Ambisi yang positif ini
didasari
oleh pengenalan diri/potensi
diri,
optimisme
dan tekad yang kuat.
Jika
mengacu
kepada
makna
diatas,
maka
memang
benar
saya
memiliki
ambisi
yang bermakna positif.
Keinginan/cita-cita
saya
dalam
menyusun
tesis
ini
memang
diawali
dengan
niat
yang baik untuk menghasilkan
karya
terbaik
dan dapat memberi manfaat
bagi
diri
dan orang lain. Dan tentunya ambisi
yang positif ini
didasari
oleh pengenalan diri/potensi
diri
saya,
rasa optimisme dan adanya
tekad
yang kuat.
Namun
bagi
sebagian
orang, kata ambisi ini sering dicap dengan konotasi negatif
dan disandingkan
dengan
sombong,
egois
serta
menghalalkan
segala
cara.
Itulah
ambisi
yang bermakna negatif.
Jika mengacu pada
makna
ini,
maka
saya
sama
sekali
tidak
berambisi
atau
saya
tidak
ambisius
dalam
menyusun
tesis
yang didasari oleh
kesombongan,
keegoisan
dan menghalalkan
segala
cara.
Karena saya menyadari dan memahami, seperti yang telah saya jelaskan di awal,
bahwasanya
Allah, subhanahu wa
ta'ala tidak
menyukai
orang yang sombong dan kesombongan
merupakan
faktor
penghambat
terbesar
kesuksesan,
sekecil
apapun
bentuk
kesombongannya.
Untuk
itu,
jika
kita
ingin
meraih
kesuksesan,
maka
kuncinya
adalah
tetap
tawadhu', rendah
hati
dan tidak sombong serta
selalu
melibatkan
Allah, subhanahu wa
ta'ala dalam
setiap
tahapan/proses
kehidupan
kita.
Alhamdulillah,
penyusunan
tesis
saya
dapat
terselesaikan
dengan
baik
dan tepat waktu. Dan tanpa diduga tesis saya terpilih sebagai
salah satu dari 6 (enam) Tesis terbaik hasil
seleksi
konsultan
dari
Bappenas.
Saya kemudian diundang untuk menerima penghargaan sekaligus
mempresentasikan
Tesis
di Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas dalam
kegiatan
Sharing Session Workshop 2
Program Pendidikan Gelar Professional Human Resource Development
(PHRD) Tahun 2018, pada tanggal
18 Oktober 2018
di Jakarta.
Adapun
ketiga
tujuan
yang ada dalam tesis saya, alhamdulillah 2
diantaranya,
yaitu
tujuan
1 telah
terbit
dalam
Jurnal
Perencanaan
Wilayah dan Kota (JPWK) ITB dan tujuan 2 telah terbit dalam Jurnal Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
(JP2WD) IPB. Adapun tujuan ke-3, telah
dipresentasikan
bersama
penelitian
lainnya
dalam
acara “Konferensi
Nasional, Temu Alumni Beasiswa
Pusbindiklatren
& Workshop Pengembangan
Jejaring
Kerjasama Indonesia-Jepang” di Jakarta, tanggal
7-8 November 2018.
Wallahu a’lam
(Sukses Selalu -
ZRL)