Minggu, 15 Desember 2024

KEBULATAN TEKAD DAN TAWAKAL MENUJU KERIDHAAN ALLAH


             Dalam ajaran Islam, Tawakal adalah menyerahkan segala perkara, ikhtiar, dan usaha kita hanya kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Tawakal merupakan tumpuan terakhir dalam suatu usaha atau perjuangan, setelah dilakukan secara maksimal sesuai dengan kemampuan kita dalam mengikuti ketetapan/sunnah Allah.  Allah subhanahu wa ta'ala  berfirman di dalam Q.S. Ali 'Imran (3) Ayat 159, yang artinya: “… Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” Di ayat lainnya, Allah berjanji akan mencukupkan keperluan kita jika kita bertawakal kepadaNya, di Q.S. At Thalaq (65) Ayat 3, yang artinya: Artinya: "Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." 

Memang, sudah selayaknyalah kita menyerahkan urusan hidup ini kepada Allah. Jika kita menyerahkan/menyandarkan urusan hidup ini hanya pada diri kita sendiri, maka sesungguhnya diri kita (manusia) ini lemah, bodoh dan mudah berkeluh kesah. Tetapi jika kita menyerahkan urusan kita hanya kepada Tuhan Yang Maha Kuat, Yang Maha Pintar dan Yang Maha Kuasa yaitu Allah subhanahu wa ta'ala, maka tidak  ada yang mustahil, tidak ada yang tidak mungkin, tidak ada yang tidak bisa. Saya mau berbagi sedikit cerita tentang pengalaman pribadi saya.

Setelah menamatkan pendidikan S1 saya di jurusan planologi ITN Malang di tahun 2004, saya diterima bekerja di Pemerintah Kabupaten Malang dengan status sebagai pegawai tidak tetap/honorer. Saya kemudian diangkat 6 tahun kemudian sebagai PNS pada bulan Desember tahun 2010. Salah satu cita-cita (azam) saya setelah menjadi PNS adalah melanjutkan pendidikan S2 melalui jalur beasiswa. Dan beasiswa yang saya incar dari beberapa jenis beasiswa yang tersedia adalah beasiswa khusus PNS yang disediakan oleh Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana, Badan Perencanaan   Pembangunan  Nasional  (Pusbindiklatren Bappenas) / Beasiswa Bappenas yang merupakan beasiswa favorit dengan banyak peminatnya. 

Tidak berselang lama setelah saya resmi diangkat sebagai PNS, saya mulai berusaha mewujudkan azam saya tersebut. Saya mulai aktif mencari informasi dan mempelajari tentang seluk-beluk beasiswa Pusbindiklatren Bappenas / Beasiswa Bappenas ini. Ternyata, untuk bisa mendapatkan beasiswa tersebut tidaklah mudah, ada beberapa syarat dan tahapan yang mesti diikuti. Semua dilakukan secara berjenjang, mulai dari seleksi persyaratan administrasi dilanjutkan dengan Tes Potensi Akademik (TPA) dan terakhir Tes TOEFL.  Jika dinyatakan lulus seleksi administrasi, maka peserta akan diundang untuk mengikuti Tes Potensi Akademik (TPA). Dan apabila lulus TPA maka peserta akan diundang kembali untuk mengikuti tes terakhir yaitu TOEFL. Setelah semua tes ini dilalui oleh peserta dan dinyatakan lulus maka kemudian peserta akan ditempatkan oleh Bappenas pada salah satu kampus pilihan peserta.

Pada bulan Juli 2011 Bappenas membuka pendaftaran beasiswa / Seleksi Program Beasiswa Pusbindiklatren Bappenas  untuk  Tahun  2012  melalui  surat resmi yang ditujukan ke Kementerian/Lembaga dan seluruh Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, termasuk ke Kabupaten Malang. Di surat tersebut, tercantum salah satu syarat administrasi yang harus dicukupi peserta yaitu masa kerja sebagai PNS 100% (telah menerima SK Pengangkatan menjadi PNS) minimal 2 tahun. Saat itu status PNS 100% saya masih belum genap 1 tahun sehingga secara administrasi saya belum memenuhi syarat untuk mendaftar beasiswa tersebut.

Walaupun demikian, hal tersebut tidak menyurutkan niat saya untuk tetap melakukan proses pendaftaran. Saya tetap mengisi pendaftaran (untuk kali pertama), dilanjutkan dengan menyiapkan dokumen-dokumen pendukung serta meminta persetujuan/tanda tangan dari pimpinan/Kepala Dinas di instansi tempat saya bekerja. Mungkin bagi sebagian orang, hal tersebut dianggap muspro (sia-sia), karena sudah jelas belum memenuhi salah satu syarat administrasi tetapi tetap saja mau mengajukan   permohonan  beasiswa.  Namun  bagi  saya,  apa  yang  saya  lakukan merupakan bentuk komitmen dalam mewujudkan keinginan/cita-cita saya. Disamping itu, apa yang saya lakukan tersebut sebagai bagian dari strategi saya untuk memanfaatkan tahun ini sebagai tahun pembelajaran agar nantinya dapat memudahkan saya dalam proses pendaftaran beasiswa di tahun berikutnya.

Setelah berkas pendaftaran saya telah lengkap, maka saya mengirimkannya via pos ke alamat yang telah ditentukan. Dan memang benar, setelah melalui proses verifikasi, berkas pendaftaran saya dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat Administrasi. Walaupun demikian strategi saya tersebut cukup efektif di tahun berikutnya. Saat itu saya dapat dengan mudah mengisi formulir pendaftaran beasiswa Pusbindiklatren Bappenas (untuk kali kedua) dan mencukupi berbagai persyaratan administrasinya dalam waktu yang relatif singkat tanpa hambatan sedikitpun. 

Berkas pengajuan pendaftaran beasiswa saya di tahun 2012 (tahun kedua mengikuti pendaftaran beasiswa) ini dinyatakan lulus seleksi administrasi, dan berhak mengikuti Tes Potensi Akademik (TPA). Untuk menghadapi tes TPA ini, maka saya berusaha untuk berlatih mengerjakan contoh soal-soal Tes TPA serta belajar tips dan trik mudah untuk memecahkan soal-soal tersebut, baik yang saya dapatkan dari buku tekstual maupun dari internet. Hal itu merupakan bentuk ikhtiar saya kepada Allah, subhanahu wa ta'ala, agar apa yang telah saya cita-citakan/azamkan dapat terwujud. 

Dan alhamdulillah saya dinyatakan lulus tes TPA dan diundang untuk mengikuti tes   berikutnya   yaitu   tes   TOEFL   yang   diselenggarakan   2   minggu   setelah    TPA dilaksanakan.  Dalam menghadapi tes TOEFL ini,  saya  melakukan ikhtiar  yang  sama  seperti  ikhtiar  saat   menghadapi  tes  TPA,  yaitu  dengan belajar dan berlatih mengerjakan contoh soal tes TOEFL serta belajar tips dan trik mudah untuk memecahkan soal-soal tes TOEFL tersebut. Setelah mengikuti tes TOEFL ini yang merupakan tes terakhir, 3 bulan kemudian Bappenas mengumumkan nama-nama peserta yang lulus tes disertai lokasi penempatannya. Untuk beasiswa S2 Dalam Negeri, Bappenas menyiapkan 300an kuota setiap tahunnya yang ditempatkan pada beberapa kampus pilihan di Indonesia yang bekerjasama dengan Bappenas.

Antusiasme peserta (PNS) diseluruh Indonesia yang mendaftar Beasiswa Bappenas memang sangat tinggi, sekitar 3.314 peserta yang mendaftar saat itu. Sedangkan kuota yang disediakan hanya untuk 300an peserta. Sehingga banyak peserta yang gugur, alias tidak lulus dan sebagian peserta masuk kategori memenuhi syarat TPA dan TOEFL namun belum ditempatkan, alias masuk daftar tunggu.  Bagi peserta yang masuk daftar tunggu, belum ada jaminan khusus dari Bappenas kalau mereka bakal  ditempatkan di kampus pilihan pada tahun berikutnya. Karena nilai / skornya akan kembali bersaing dengan nilai / skor peserta yang akan mendaftar dan mengikuti seleksi di tahun depan. Bappenas  hanya   menghimbau   untuk  peserta  yang  masuk  daftar  tunggu tersebut agar melakukan pendaftaran kembali di tahun berikutnya   walaupun  tanpa  harus  melewati  tes  TPA dan TOEFL kembali (karena masa berlaku nilai  TPA  dan TOEFL adalah 2 tahun).

Dan saya merupakan salah satu dari 631 peserta saat itu yang masuk kategori memenuhi syarat TPA dan TOEFL namun belum ditempatkan, alias masuk daftar tunggu. Walau demikian, saya menerima hasil ini dengan ikhlas dan penuh kesabaran. Saya tetap bertekad akan mencoba pendaftaran kembali di tahun berikutnya. Saya kembali mendaftar di tahun 2013 (tahun ketiga mengikuti pendaftaran beasiswa). Karena saya masuk kategori memenuhi syarat TPA dan TOEFL namun belum ditempatkan, sehingga kali ini saya hanya melakukan proses pendaftaran saja dan menunggu pengumuman hasil tanpa harus melewati tes TPA dan TOEFL kembali. Setelah menunggu seluruh tahapan seleksi selesai selama ± 8 bulan lamanya, akhirnya Bappenas mengumumkan nama-nama peserta yang lulus tes disertai lokasi penempatannya. Qadarullah, nama saya, kembali tidak termasuk kedalam nama-nama peserta yang lulus tersebut. 

Disinilah mulai muncul rasa skeptis atau ragu-ragu terhadap diri sendiri. Timbul pergolakan dalam hati ini  "apakah  saya  bisa  merealisasikan  cita-cita (azam) saya  untuk  mendapatkan  Beasiswa  Bappenas  ini?".  “Apakah  saya tetap akan melanjutkan cita-cita (azam) saya ini, ataukah saya mundur dan memilih kuliah S2 secara mandiri tanpa beasiswa?“ Munculnya rasa skeptis ini didasari alasan yang rasional yaitu berkaca dari kemampuan diri saya yang dapat diukur  dari  nilai/skor  tes  baik  TPA  maupun  TOEFL yang telah saya  ikuti  sebelumnya.  Nilai  tes  saya  tersebut,  memang  masuk  dalam kategori lulus, namun nilai tersebut masih tergolong pas-pasan, sedikit diatas batas minimal kelulusan yang telah ditetapkan Bappenas. Sementara ratusan peserta lain yang ada di daftar tunggu memiliki nilai yang bagus-bagus (dengan skor yang tinggi), jauh di atas standar nilai minimal yang ditetapkan oleh Bappenas.

Menghadapi kondisi demikian, saya berusaha menepis perasaan tersebut. Saya mulai memotivasi diri saya bahwa selalu ada ujian, tantangan dan hambatan yang akan mengiringi langkah kita dalam pencapaian sebuah cita-cita. Namun, jika kita tetap bertahan dan berpegang teguh dengan cita-cita kita, kemudian memperkuat/ membulatkan tekad kita yang diiringi dengan usaha-usaha terbaik kita lalu menyerahkan hasilnya (bertawakal) kepada Allah dengan tetap mengharap keridhaanNya, niscaya apa yang kita cita-citakan akan terwujud. 

Keyakinan inilah yang kemudian mendorong saya untuk membulatkan tekad dan bertawakal kepada Allah. Saya yakin bahwa hanya dengan menyerahkan/ menyandarkan urusan kita pada Allah maka insya allah saya akan dapat mewujudkan cita-cita saya. Maka dari itu saya memutuskan akan tetap melakukan pendaftaran beasiswa kembali di tahun berikutnya, tahun 2014 (tahun keempat mengikuti pendaftaran beasiswa). Walaupun saat itu ibu saya menawarkan kepada saya akan membiayai kuliah S2 saya secara mandiri (tanpa harus menunggu beasiswa). Beliau menyampaikan hal tersebut  sesaat setelah mengetahui kabar bahwasanya saya masih belum berhasil mendapatkan beasiswa. 

Saya sangat menghargai niat baik dan dukungan yang diberikan ibu saya untuk melanjutkan S2 secara mandiri. Namun saat itu saya masih belum mengiyakan tawaran beliau. Saya masih ingin mencoba, paling tidak, satu kesempatan lagi untuk berjuang meraih Beasiswa Bappenas ini. Selain itu, salah satu pertimbangan saya saat merumuskan cita-cita untuk melanjutkan Pendidikan S2 melalui jalur beasiswa ini adalah karena saya tidak ingin membebani keluarga saya lebih khususnya Ibu saya. Maka dari itu, saya mulai mempersiapkan diri untuk bisa maksimal dalam menghadapi seleksi beasiswa di tahun berikutnya (tahun keempat mengikuti pendaftaran beasiswa). Pendaftaran saya di tahun keempat nantinya, telah saya tetapkan sebagai pendaftaran terakhir saya. Jika nantinya saya gagal, maka saya akan mengikhlaskan semua proses yang telah saya jalani selama ini, waktu yang telah saya habiskan dan biaya yang telah saya keluarkan. Dan saya dengan legowo akan memilih untuk mengikuti kuliah S2 secara mandiri. 

Langkah pertama yang saya lakukan dalam proses mempersiapkan diri untuk pendaftaran tahun keempat (tahun terakhir) adalah mengevaluasi/mengoreksi niat saya dalam mengambil beasiswa ini. Saya khawatir, jika niat saya selama mengikuti proses beasiswa selama ini masih belum tepat/kurang ikhlas/mengandung kesombongan, karena hal tersebut bisa menjadi salah faktor terbesar penyebab kegagalan. Setelah memeriksa kembali niat saya secara teliti, ternyata memang benar, niat yang saya lahirkan  dari  hati  ini  untuk  mengikuti  Beasiswa  Bappenas  masih  belum tepat/kurang ikhlas/mengandung kesombongan. Contohnya adanya keinginan mengambil beasiswa disebabkan karena jenuh dengan rutinitas kantor, ingin off sementara waktu dari pekerjaan kantor, ingin mendapatkan prestise jika berhasil mendapatkan S2 dari jalur beasiswa, dan lain sebagainya. 

Saya menyadari bahwa niat-niat tersebut masih salah dan belum tepat, maka saya kemudian mengoreksi dan meluruskan kembali niat saya. Saya menetapkan setidaknya 3 niat utama yang akan melandasi saya untuk mendapatkan beasiswa ini, yaitu:
  1. Untuk meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan keilmuan saya, sehingga setelah selesai studi nantinya, ilmu tersebut dapat bermanfaat kepada diri sendiri, keluarga, instansi maupun masyarakat.
  2. Untuk membanggakan dan membahagiakan orang tua; 
  3. Untuk bisa menjadi inspirasi bagi orang lain terutama anak dan cucu kelak.
Disamping mengevaluasi niat, saya juga turut mengevaluasi kemampuan tes saya, dimana saya memutuskan untuk meningkatkan nilai/skor tes saya baik TPA maupun TOEFL. Untuk TPA saya memilih belajar dan berlatih secara mandiri dari soal-soal di buku maupun di internet. Adapun untuk TOEFL, selain belajar dan berlatih mandiri saya juga memilih untuk mengikuti kursus secara langsung (tatap muka).  Saya mulai mencari informasi kursus TOEFL yang ada di Kota Malang, yang waktunya fleksibel (sore atau malam hari) sehingga saya masih bisa mengikutinya sepulang dari kantor.  Memang,  untuk  membeli  buku  maupun mengikuti kursus ada biaya yang harus saya keluarkan. Namun semua bentuk pengeluaran dalam merealisasikan cita-cita ini, telah saya ikhlaskan. Bagi saya, semua itu merupakan bentuk keseriusan sekaligus pengorbanan saya, yang harus saya bayar dalam upaya mewujudkan cita-cita. 

Dan Allah subhanahu wa ta'ala sangat senang melihat hambanya memiliki kebulatan tekad yang disertai dengan usaha yang maksimal dan perjuangan keras mewujudkan cita-cita, lalu dirinya menyerahkan hasilnya (bertawakal) kepada Allah dengan tetap mengharap keridhaanNya. Pada saat itulah, maka Allah akan menurunkan pertolongannya, menunjukkan jalannya dan memudahkan segala urusannya.   Alhamdulillah, di tahun keempat mengikuti pendaftaran Beasiswa Bappenas ini, akhirnya dengan izin Allah, saya berhasil lulus Beasiswa Bappenas ini dan ditempatkan di Program Studi Magister Ilmu Perencanaan Wilayah pada salah satu perguruan tinggi negeri di Bogor.  

Wallahu a’lam

(Sukses Selalu - ZRL)

Sabtu, 19 November 2022

KESOMBONGAN, FAKTOR PENGHAMBAT TERBESAR KESUKSESAN



      Untuk  meraih  kesuksesan  tentunya  tidak  hanya  ditentukan  oleh kemampuan  otak (kecerdasan intelektual) dan kecerdasan emosional semata, namun juga dibutuhkan kecerdasan spiritual.  Salah satu dasar  kecerdasan spiritual yaitu sejauh mana seseorang mampu melibatkan Allah, subhanahu wa ta’ala, dalam setiap tahapan/proses kehidupannya. Lantas bagaimana caranya?.

 

     Saya telah berbagi materi pada postingan terdahulu berjudulRahasia Sukses Menjadi Seorang Juara”.  Disitu saya memberi sebuah cara yang cukup simpel namun powerful melalui lisan kita yaitu dengan mengucapkan/membaca basmalah (bismillah, atau lengkapnyabismillahirrahmanirrahim" yang artinya Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) dalam setiap melaksanakan urusan/pekerjaan kita. Dan yang saya contohkan adalah membaca bismillah pada setiap kali menjawab soal ujian.


     Namun, ada satu hambatan besar dalam meraih kesuksesan yang bersumber dari hati, yang jarang sekali disadari oleh diri kita, yaitu kesombongan diri. Ya, memang benar, bahwa salah satu faktor penghambat terbesar seseorang dalam meraih kesuksesan adalah kesombongan, sekecil apapun itu bentuk kesombongannya

 

     Ibu saya, sering menasehati kami, anak-anaknya. Dimana nasehat ini beliau dapati langsung dari Guru Ngaji/Ustadnya. Beliau menceritakan bahwa Gurunya selalu berpesan kepada murid-muridnya bahwa: Jangan Sombong, Jangan sekali-kali sombong karena orang yang sombong itu Batal/Gagal.

     Dan memang Allah subhanahu wa ta'ala tidak menyukai orang yang sombong sebagaimana firmannya di dalam Q.S. An-Nahl [16] Ayat 23, yang artinya: "Tidak diragukan lagi bahwa Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang sombong."

 

     Di ayat lainnya, Allah melarang kita berjalan di muka bumi ini dengan sombong, di Q.S. Al-Isra' [17] Ayat 37 yang artinya: "Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.“

    Maka dari itu sudah selayaknyalah kita menjaga hati ini untuk selalu tawadhu', rendah hati dan tidak sombong. Sebesar apapun kesuksesan yang kita raih, setinggi apapun prestasi yang kita dapat dan sebanyak apapun nikmat yang kita peroleh. Kuncinya: Tetap tawadhu', rendah hati dan tidak sombong serta selalu melibatkan Allah, subhanahu wa ta'ala dalam setiap tahapan/proses kehidupan kita

     Saya mau berbagi sedikit cerita tentang pengalaman pribadi saya. Pada tahun 2015 saya menerima beasiswa S2 dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) / Beasiswa Bappenas. Saya ditempatkan di Program Studi Magister Ilmu Perencanaan Wilayah pada salah satu perguruan tinggi negeri di Bogor (IPB). 

     Pada semester-semester awal perkuliahan, kami (para mahasiswa) diajari berbagai ilmu  dan  metode  penelitian.  Hal  ini  bertujuan  agar  kami  memiliki beragam pengetahuan serta alternatif metode penelitian untuk digunakan di dalam penyusunan tesis kami nantinya

     Pada semester 1 terdapat kuliah dan praktikum mengenai ilmu ekonometrika (gabungan dari ilmu ekonomi, matematika dan statistika). Pada saat itu, salah satu dosen pengampunya, seorang Profesor muda, saat beliau mengajar di kelas kami, beliau menceritakan kebiasaan mahasiswa S2 yang sering menggunakan metode sederhana dalam penyusunan tesisnya. “Belum ada satupun mahasiswa S2 yang berani keluar dari mainstream dan mengambil metode ekonometrika dalam tesisnya”, ujar beliau.  

     Saya, yang duduk di barisan paling depan, setelah mendengar ucapan dosen tersebut, hati saya terasa terpanggil sekaligus tertantang. Dan pada saat itu juga saya bertekad dalam hati saya: insya allah, saya akan menggunakan metode ekonometrika ini pada tesis saya nantinya (Walaupun saat itu saya belum mengetahui rencana judul tesis saya). 

     Di  semester  berikutnya, semester 2  terdapat  mata  kuliah  metode  penelitianBerbagai metode diajarkan dalam mata kuliah ini, mulai dari metode yang sangat sederhana sampai dengan metode yang kompleks. Salah satu metode kompleks yang diajarkan kepada kami yaitu Metode Pemodelan Sistem Dinamik.

 

     Walaupun Metode Pemodelan Sistem Dinamik ini hanya diajarkan secara umum / sebatas materi dasar saja, namun saat itu, hati saya merasa klik dengan metode tersebut. Saya lalu bertekad pada saat itu: insya allah, saya akan menggunakan metode pemodelan sistem dinamik tersebut pada tesis saya nantinya (Walaupun saat itu saya masih belum mengetahui rencana judul tesis saya). 

     Singkat cerita, di semester berikutnya saya telah mendapatkan ide dan mengusulkan judul proposal tesis. Tentunya setelah melalui proses konsultasi dengan ke-2 dosen pembimbing saya. Judul tesis yang saya angkat, yaitu: “Model Pembangunan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur Berbasis Sistem Wilayah Pengembangan (WP)”. Dan sesuai dengan tekad saya pada semester  sebelumnya yang akan menggunakan 2 metode dalam tesis saya (Metode ekonometrika dan Metode pemodelan sistem dinamik), alhamdulillah mulai menampakkan tanda-tandanya, mendekati kenyataan

     Saya akhirnya memasukkan kedua metode tersebut sebagai metode utama dalam mencapai tujuan kedua dan tujuan ketiga dari 3 tujuan yang ada dalam proposal tesis saya. Proposal saya tersebut kemudian diuji melalui seminar Proposal pada tanggal 25 Mei 2016. Saat itu seminar proposal saya dihadiri oleh 30 mahasiswa S2 disertai 1 orang dosen pembimbing dan 1 orang dosen penguji yang sekaligus bertindak sebagai moderator. 

 

     Setelah saya selesai mempresentasikan proposal saya, tiba waktunya untuk memasuki sesi tanya jawab. Moderator pun mempersilahkan peserta untuk mengajukan pertanyaan. Pada sesi ini ada beberapa mahasiswa yang mengajukan pertanyaan, namun ada 2 penanya awal yang pertanyaannya cukup unik, diluar dugaan dan di luar substansi materi presentasi saya. Penanya pertama adalah kakak tingkat saya dari jalur reguler dan penanya yang kedua adalah teman satu angkatan saya dari jalur beasiswa bappenas.

     Penanya pertama mulai mengajukan pertanyaannya: “Jika saya melihat metode penelitian yang Anda gunakan dalam penelitian ini tampaknya Anda sangat berambisi menggunakan berbagai metode, terutama metode pemodelan sistem dinamik. Saya membayangkan, nantinya Anda akan membuat beberapa pemodelan sistem di masing-masing Wilayah Pengembangan (WP) di Kabupaten Malang yang memiliki 6 WP. Untuk membuat 1 pemodelan sistem saja sudah sulit, apalagi Anda yang ingin membuat beberapa pemodelan sekaligus. Pertanyaan saya: Apakah Anda sanggup menyelesaikan tesis Anda tepat waktu dengan menggunakan metode tersebut, mengingat waktu yang diberikan kepada Anda, khususnya mahasiswa yang dari jalur beasiswa bappenas sangatlah terbatas?

     Adapun Penanya kedua bertanya: “Anda menggunakan metode Pemodelan Sistem Dinamik, dimana metode tersebut hanya diajarkan  di  kelas dalam satu kali pertemuan dengan durasi waktu yang relatif pendek, padahal metode ini sangat kompleks dan membutuhkan waktu untuk dapat memahaminya namun Anda tetap berambisi untuk menggunakan metode tersebut di dalam Tesis Anda. Bagaimana Anda menjelaskan hal tersebut?.” 

     Saya pun memberikan jawaban/klarifikasi terkait kedua pertanyaan tersebut. Untuk penanya pertama, saya menyampaikan bahwa jika saya ditanya apakah saya sanggup menyelesaikan tesis ini tepat waktu, maka saya katakan iya, insya allah saya sanggup. Memang metode pemodelan sistem dinamik tersebut masih baru bagi saya, Saya pun belum pernah mencobanya sebelumnya, saya juga belum tahu dimana letak kesulitannya. Namun saya percaya bahwa saya bisa, dan saya optimis bahwa saya dapat melakukannya, insya allah.

     Adapun untuk penanya kedua, saya menyampaikan bahwa: Memang metode pemodelan sistem dinamik ini hanya diajarkan di dalam kelas dalam satu kali pertemuan dengan durasi waktu yang relatif pendek. Namun, saya juga alhamdulillah berkesempatan mempelajari metode ini dengan mengikuti perkuliahan di kelas lain (istilahnya: kuliah sit in) yaitu di kelas mahasiswa S3 fakultas kehutanan. Di kelas tersebut, saya dan mahasiswa S3 diajarkan langsung oleh Profesor dan Doktor yang pakar dalam ilmu pemodelan sistem dinamik.

     Dari pertanyaan tersebut, tampak kedua penanya ini, menilai diri saya berambisi dalam penyusunan tesis dengan menggunakan metode-metode yang relatif sulit, kompleks dan membutuhkan waktu lama sedangkan pengetahuan, kemampuan dan waktu yang saya miliki terbatas

     Hal tersebut bisa saya maklumi, dan memang ini bukan kali pertama saya dianggap berambisi. Bahkan dosen pembimbing saya sendiri juga sebelumnya, tatkala saya melakukan asistensi proposal tesis telah memiliki penilaian serupa terhadap saya.  Kata yang dipakai dosen pembimbing  saya untuk menggambarkan keinginan saya dalam penyusunan tesis ini bukan ambisi tetapiambisius”.

     Jika ditinjau dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata ambisi adalah keinginan (hasrat, nafsu) yang besar untuk memperoleh sesuatu (seperti pangkat, kedudukan).  Sedangkan ambisius merupakan kata sifat dari ambisi, yang memiliki arti berkeinginan keras mencapai sesuatu (harapan, cita-cita); penuh ambisi

     Sebenarnya kata ambisi/ambisius ini bisa bermakna positif maupun negatif. Ambisi/ambisius yang bermakna positif manakala keinginan/cita-cita yang akan diraih itu diawali dengan niat yang baik untuk menghasilkan karya terbaik dan memberi manfaat bagi diri dan orang lain. Ambisi yang positif ini didasari oleh pengenalan diri/potensi diri, optimisme dan tekad yang kuat.

 

     Jika mengacu kepada makna diatas, maka memang benar saya memiliki ambisi yang bermakna positif. Keinginan/cita-cita saya dalam menyusun tesis ini memang diawali dengan niat yang baik untuk menghasilkan karya terbaik dan dapat memberi manfaat bagi diri dan orang lain. Dan tentunya ambisi yang positif ini didasari oleh pengenalan diri/potensi diri saya, rasa optimisme dan adanya tekad yang kuat.

     Namun bagi sebagian orang, kata ambisi ini sering dicap dengan konotasi negatif dan disandingkan dengan sombong, egois serta menghalalkan segala cara. Itulah ambisi yang bermakna negatif. Jika mengacu pada makna ini, maka saya sama sekali tidak berambisi atau saya tidak ambisius dalam menyusun tesis yang didasari oleh kesombongan, keegoisan dan menghalalkan segala cara.

 

      Karena  saya  menyadari  dan  memahami, seperti  yang  telah  saya  jelaskan  di  awal, bahwasanya Allah, subhanahu wa ta'ala tidak menyukai orang yang sombong dan kesombongan merupakan faktor penghambat terbesar kesuksesan, sekecil apapun bentuk kesombongannya. Untuk itu, jika kita ingin meraih kesuksesan, maka kuncinya adalah tetap tawadhu', rendah hati dan tidak sombong serta selalu melibatkan Allah, subhanahu wa ta'ala dalam setiap tahapan/proses kehidupan kita.

     Alhamdulillah, penyusunan tesis saya dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Dan tanpa diduga tesis saya terpilih sebagai salah satu dari 6 (enam) Tesis terbaik hasil seleksi konsultan dari Bappenas. Saya kemudian   diundang  untuk  menerima penghargaan sekaligus mempresentasikan Tesis di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dalam kegiatan Sharing Session Workshop 2 Program Pendidikan Gelar Professional Human Resource Development (PHRD) Tahun 2018, pada tanggal 18 Oktober 2018 di Jakarta.

 


     Adapun ketiga tujuan yang ada dalam tesis saya, alhamdulillah 2 diantaranya, yaitu tujuan 1 telah terbit dalam Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota (JPWK) ITB dan tujuan 2 telah terbit dalam Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (JP2WD) IPB.  Adapun tujuan ke-3, telah dipresentasikan bersama penelitian lainnya dalam acara “Konferensi Nasional, Temu Alumni Beasiswa Pusbindiklatren & Workshop Pengembangan Jejaring Kerjasama Indonesia-Jepang” di Jakarta, tanggal 7-8 November 2018.

 

Wallahu a’lam

 

(Sukses Selalu - ZRL)