Dalam ajaran Islam, Tawakal adalah menyerahkan segala perkara, ikhtiar, dan usaha kita hanya kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Tawakal merupakan tumpuan terakhir dalam suatu usaha atau perjuangan, setelah dilakukan secara maksimal sesuai dengan kemampuan kita dalam mengikuti ketetapan/sunnah Allah. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman di dalam Q.S. Ali 'Imran (3) Ayat 159, yang artinya: “… Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” Di ayat lainnya, Allah berjanji akan mencukupkan keperluan kita jika kita bertawakal kepadaNya, di Q.S. At Thalaq (65) Ayat 3, yang artinya: Artinya: "Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya."
Memang, sudah selayaknyalah kita menyerahkan urusan hidup ini kepada Allah. Jika kita menyerahkan/menyandarkan urusan hidup ini hanya pada diri kita sendiri, maka sesungguhnya diri kita (manusia) ini lemah, bodoh dan mudah berkeluh kesah. Tetapi jika kita menyerahkan urusan kita hanya kepada Tuhan Yang Maha Kuat, Yang Maha Pintar dan Yang Maha Kuasa yaitu Allah subhanahu wa ta'ala, maka tidak ada yang mustahil, tidak ada yang tidak mungkin, tidak ada yang tidak bisa. Saya mau berbagi sedikit cerita tentang pengalaman pribadi saya.
Setelah menamatkan pendidikan S1 saya di jurusan planologi ITN Malang di tahun 2004, saya diterima bekerja di Pemerintah Kabupaten Malang dengan status sebagai pegawai tidak tetap/honorer. Saya kemudian diangkat 6 tahun kemudian sebagai PNS pada bulan Desember tahun 2010. Salah satu cita-cita (azam) saya setelah menjadi PNS adalah melanjutkan pendidikan S2 melalui jalur beasiswa. Dan beasiswa yang saya incar dari beberapa jenis beasiswa yang tersedia adalah beasiswa khusus PNS yang disediakan oleh Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) / Beasiswa Bappenas yang merupakan beasiswa favorit dengan banyak peminatnya.
Tidak berselang lama setelah saya resmi diangkat sebagai PNS, saya mulai berusaha mewujudkan azam saya tersebut. Saya mulai aktif mencari informasi dan mempelajari tentang seluk-beluk beasiswa Pusbindiklatren Bappenas / Beasiswa Bappenas ini. Ternyata, untuk bisa mendapatkan beasiswa tersebut tidaklah mudah, ada beberapa syarat dan tahapan yang mesti diikuti. Semua dilakukan secara berjenjang, mulai dari seleksi persyaratan administrasi dilanjutkan dengan Tes Potensi Akademik (TPA) dan terakhir Tes TOEFL. Jika dinyatakan lulus seleksi administrasi, maka peserta akan diundang untuk mengikuti Tes Potensi Akademik (TPA). Dan apabila lulus TPA maka peserta akan diundang kembali untuk mengikuti tes terakhir yaitu TOEFL. Setelah semua tes ini dilalui oleh peserta dan dinyatakan lulus maka kemudian peserta akan ditempatkan oleh Bappenas pada salah satu kampus pilihan peserta.
Pada bulan Juli 2011 Bappenas membuka pendaftaran beasiswa / Seleksi Program Beasiswa Pusbindiklatren Bappenas untuk Tahun 2012 melalui surat resmi yang ditujukan ke Kementerian/Lembaga dan seluruh Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, termasuk ke Kabupaten Malang. Di surat tersebut, tercantum salah satu syarat administrasi yang harus dicukupi peserta yaitu masa kerja sebagai PNS 100% (telah menerima SK Pengangkatan menjadi PNS) minimal 2 tahun. Saat itu status PNS 100% saya masih belum genap 1 tahun sehingga secara administrasi saya belum memenuhi syarat untuk mendaftar beasiswa tersebut.
Walaupun demikian, hal tersebut tidak menyurutkan niat saya untuk tetap melakukan proses pendaftaran. Saya tetap mengisi pendaftaran (untuk kali pertama), dilanjutkan dengan menyiapkan dokumen-dokumen pendukung serta meminta persetujuan/tanda tangan dari pimpinan/Kepala Dinas di instansi tempat saya bekerja. Mungkin bagi sebagian orang, hal tersebut dianggap muspro (sia-sia), karena sudah jelas belum memenuhi salah satu syarat administrasi tetapi tetap saja mau mengajukan permohonan beasiswa. Namun bagi saya, apa yang saya lakukan merupakan bentuk komitmen dalam mewujudkan keinginan/cita-cita saya. Disamping itu, apa yang saya lakukan tersebut sebagai bagian dari strategi saya untuk memanfaatkan tahun ini sebagai tahun pembelajaran agar nantinya dapat memudahkan saya dalam proses pendaftaran beasiswa di tahun berikutnya.
Setelah berkas pendaftaran saya telah lengkap, maka saya mengirimkannya via pos ke alamat yang telah ditentukan. Dan memang benar, setelah melalui proses verifikasi, berkas pendaftaran saya dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat Administrasi. Walaupun demikian strategi saya tersebut cukup efektif di tahun berikutnya. Saat itu saya dapat dengan mudah mengisi formulir pendaftaran beasiswa Pusbindiklatren Bappenas (untuk kali kedua) dan mencukupi berbagai persyaratan administrasinya dalam waktu yang relatif singkat tanpa hambatan sedikitpun.
Berkas pengajuan pendaftaran beasiswa saya di tahun 2012 (tahun kedua mengikuti pendaftaran beasiswa) ini dinyatakan lulus seleksi administrasi, dan berhak mengikuti Tes Potensi Akademik (TPA). Untuk menghadapi tes TPA ini, maka saya berusaha untuk berlatih mengerjakan contoh soal-soal Tes TPA serta belajar tips dan trik mudah untuk memecahkan soal-soal tersebut, baik yang saya dapatkan dari buku tekstual maupun dari internet. Hal itu merupakan bentuk ikhtiar saya kepada Allah, subhanahu wa ta'ala, agar apa yang telah saya cita-citakan/azamkan dapat terwujud.
Dan alhamdulillah saya dinyatakan lulus tes TPA dan diundang untuk mengikuti tes berikutnya yaitu tes TOEFL yang diselenggarakan 2 minggu setelah TPA dilaksanakan. Dalam menghadapi tes TOEFL ini, saya melakukan ikhtiar yang sama seperti ikhtiar saat menghadapi tes TPA, yaitu dengan belajar dan berlatih mengerjakan contoh soal tes TOEFL serta belajar tips dan trik mudah untuk memecahkan soal-soal tes TOEFL tersebut. Setelah mengikuti tes TOEFL ini yang merupakan tes terakhir, 3 bulan kemudian Bappenas mengumumkan nama-nama peserta yang lulus tes disertai lokasi penempatannya. Untuk beasiswa S2 Dalam Negeri, Bappenas menyiapkan 300an kuota setiap tahunnya yang ditempatkan pada beberapa kampus pilihan di Indonesia yang bekerjasama dengan Bappenas.
Antusiasme peserta (PNS) diseluruh Indonesia yang mendaftar Beasiswa Bappenas memang sangat tinggi, sekitar 3.314 peserta yang mendaftar saat itu. Sedangkan kuota yang disediakan hanya untuk 300an peserta. Sehingga banyak peserta yang gugur, alias tidak lulus dan sebagian peserta masuk kategori memenuhi syarat TPA dan TOEFL namun belum ditempatkan, alias masuk daftar tunggu. Bagi peserta yang masuk daftar tunggu, belum ada jaminan khusus dari Bappenas kalau mereka bakal ditempatkan di kampus pilihan pada tahun berikutnya. Karena nilai / skornya akan kembali bersaing dengan nilai / skor peserta yang akan mendaftar dan mengikuti seleksi di tahun depan. Bappenas hanya menghimbau untuk peserta yang masuk daftar tunggu tersebut agar melakukan pendaftaran kembali di tahun berikutnya walaupun tanpa harus melewati tes TPA dan TOEFL kembali (karena masa berlaku nilai TPA dan TOEFL adalah 2 tahun).
Dan saya merupakan salah satu dari 631 peserta saat itu yang masuk kategori memenuhi syarat TPA dan TOEFL namun belum ditempatkan, alias masuk daftar tunggu. Walau demikian, saya menerima hasil ini dengan ikhlas dan penuh kesabaran. Saya tetap bertekad akan mencoba pendaftaran kembali di tahun berikutnya. Saya kembali mendaftar di tahun 2013 (tahun ketiga mengikuti pendaftaran beasiswa). Karena saya masuk kategori memenuhi syarat TPA dan TOEFL namun belum ditempatkan, sehingga kali ini saya hanya melakukan proses pendaftaran saja dan menunggu pengumuman hasil tanpa harus melewati tes TPA dan TOEFL kembali. Setelah menunggu seluruh tahapan seleksi selesai selama ± 8 bulan lamanya, akhirnya Bappenas mengumumkan nama-nama peserta yang lulus tes disertai lokasi penempatannya. Qadarullah, nama saya, kembali tidak termasuk kedalam nama-nama peserta yang lulus tersebut.
Disinilah mulai muncul rasa skeptis atau ragu-ragu terhadap diri sendiri. Timbul pergolakan dalam hati ini "apakah saya bisa merealisasikan cita-cita (azam) saya untuk mendapatkan Beasiswa Bappenas ini?". “Apakah saya tetap akan melanjutkan cita-cita (azam) saya ini, ataukah saya mundur dan memilih kuliah S2 secara mandiri tanpa beasiswa?“ Munculnya rasa skeptis ini didasari alasan yang rasional yaitu berkaca dari kemampuan diri saya yang dapat diukur dari nilai/skor tes baik TPA maupun TOEFL yang telah saya ikuti sebelumnya. Nilai tes saya tersebut, memang masuk dalam kategori lulus, namun nilai tersebut masih tergolong pas-pasan, sedikit diatas batas minimal kelulusan yang telah ditetapkan Bappenas. Sementara ratusan peserta lain yang ada di daftar tunggu memiliki nilai yang bagus-bagus (dengan skor yang tinggi), jauh di atas standar nilai minimal yang ditetapkan oleh Bappenas.
Menghadapi kondisi demikian, saya berusaha menepis perasaan tersebut. Saya mulai memotivasi diri saya bahwa selalu ada ujian, tantangan dan hambatan yang akan mengiringi langkah kita dalam pencapaian sebuah cita-cita. Namun, jika kita tetap bertahan dan berpegang teguh dengan cita-cita kita, kemudian memperkuat/ membulatkan tekad kita yang diiringi dengan usaha-usaha terbaik kita lalu menyerahkan hasilnya (bertawakal) kepada Allah dengan tetap mengharap keridhaanNya, niscaya apa yang kita cita-citakan akan terwujud.
Keyakinan inilah yang kemudian mendorong saya untuk membulatkan tekad dan bertawakal kepada Allah. Saya yakin bahwa hanya dengan menyerahkan/ menyandarkan urusan kita pada Allah maka insya allah saya akan dapat mewujudkan cita-cita saya. Maka dari itu saya memutuskan akan tetap melakukan pendaftaran beasiswa kembali di tahun berikutnya, tahun 2014 (tahun keempat mengikuti pendaftaran beasiswa). Walaupun saat itu ibu saya menawarkan kepada saya akan membiayai kuliah S2 saya secara mandiri (tanpa harus menunggu beasiswa). Beliau menyampaikan hal tersebut sesaat setelah mengetahui kabar bahwasanya saya masih belum berhasil mendapatkan beasiswa.
Saya sangat menghargai niat baik dan dukungan yang diberikan ibu saya untuk melanjutkan S2 secara mandiri. Namun saat itu saya masih belum mengiyakan tawaran beliau. Saya masih ingin mencoba, paling tidak, satu kesempatan lagi untuk berjuang meraih Beasiswa Bappenas ini. Selain itu, salah satu pertimbangan saya saat merumuskan cita-cita untuk melanjutkan Pendidikan S2 melalui jalur beasiswa ini adalah karena saya tidak ingin membebani keluarga saya lebih khususnya Ibu saya. Maka dari itu, saya mulai mempersiapkan diri untuk bisa maksimal dalam menghadapi seleksi beasiswa di tahun berikutnya (tahun keempat mengikuti pendaftaran beasiswa). Pendaftaran saya di tahun keempat nantinya, telah saya tetapkan sebagai pendaftaran terakhir saya. Jika nantinya saya gagal, maka saya akan mengikhlaskan semua proses yang telah saya jalani selama ini, waktu yang telah saya habiskan dan biaya yang telah saya keluarkan. Dan saya dengan legowo akan memilih untuk mengikuti kuliah S2 secara mandiri.
Langkah pertama yang saya lakukan dalam proses mempersiapkan diri untuk pendaftaran tahun keempat (tahun terakhir) adalah mengevaluasi/mengoreksi niat saya dalam mengambil beasiswa ini. Saya khawatir, jika niat saya selama mengikuti proses beasiswa selama ini masih belum tepat/kurang ikhlas/mengandung kesombongan, karena hal tersebut bisa menjadi salah faktor terbesar penyebab kegagalan. Setelah memeriksa kembali niat saya secara teliti, ternyata memang benar, niat yang saya lahirkan dari hati ini untuk mengikuti Beasiswa Bappenas masih belum tepat/kurang ikhlas/mengandung kesombongan. Contohnya adanya keinginan mengambil beasiswa disebabkan karena jenuh dengan rutinitas kantor, ingin off sementara waktu dari pekerjaan kantor, ingin mendapatkan prestise jika berhasil mendapatkan S2 dari jalur beasiswa, dan lain sebagainya.
Saya menyadari bahwa niat-niat tersebut masih salah dan belum tepat, maka saya kemudian mengoreksi dan meluruskan kembali niat saya. Saya menetapkan setidaknya 3 niat utama yang akan melandasi saya untuk mendapatkan beasiswa ini, yaitu:
- Untuk meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan keilmuan saya, sehingga setelah selesai studi nantinya, ilmu tersebut dapat bermanfaat kepada diri sendiri, keluarga, instansi maupun masyarakat.
- Untuk membanggakan dan membahagiakan orang tua;
- Untuk bisa menjadi inspirasi bagi orang lain terutama anak dan cucu kelak.
Disamping mengevaluasi niat, saya juga turut mengevaluasi kemampuan tes saya, dimana saya memutuskan untuk meningkatkan nilai/skor tes saya baik TPA maupun TOEFL. Untuk TPA saya memilih belajar dan berlatih secara mandiri dari soal-soal di buku maupun di internet. Adapun untuk TOEFL, selain belajar dan berlatih mandiri saya juga memilih untuk mengikuti kursus secara langsung (tatap muka). Saya mulai mencari informasi kursus TOEFL yang ada di Kota Malang, yang waktunya fleksibel (sore atau malam hari) sehingga saya masih bisa mengikutinya sepulang dari kantor. Memang, untuk membeli buku maupun mengikuti kursus ada biaya yang harus saya keluarkan. Namun semua bentuk pengeluaran dalam merealisasikan cita-cita ini, telah saya ikhlaskan. Bagi saya, semua itu merupakan bentuk keseriusan sekaligus pengorbanan saya, yang harus saya bayar dalam upaya mewujudkan cita-cita.
Dan Allah subhanahu wa ta'ala sangat senang melihat hambanya memiliki kebulatan tekad yang disertai dengan usaha yang maksimal dan perjuangan keras mewujudkan cita-cita, lalu dirinya menyerahkan hasilnya (bertawakal) kepada Allah dengan tetap mengharap keridhaanNya. Pada saat itulah, maka Allah akan menurunkan pertolongannya, menunjukkan jalannya dan memudahkan segala urusannya. Alhamdulillah, di tahun keempat mengikuti pendaftaran Beasiswa Bappenas ini, akhirnya dengan izin Allah, saya berhasil lulus Beasiswa Bappenas ini dan ditempatkan di Program Studi Magister Ilmu Perencanaan Wilayah pada salah satu perguruan tinggi negeri di Bogor.
Wallahu a’lam
(Sukses Selalu - ZRL)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar