Selasa, 29 Mei 2018

BELAJAR ISTIQOMAH SELAMA BULAN SUCI RAMADHAN # 2 (Tulisan ke-9)

Bulan suci Ramadhan merupakan bulan yang sangat istimewa dengan berbagai keutamaan yang Allah -subhanahu wa ta'ala- berikan kepada orang-orang yang beriman. Setiap muslim yang telah baligh (dewasa), berakal dan mampu, diwajibkan untuk berpuasa selama bulan suci Ramadhan.  Allah -subhanahu wa ta'ala- berfirman di dalam QS. Al-Baqarah [2] : 183.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2] : 183).

Dari ayat diatas, dapat diketahui bahwa tujuan berpuasa adalah “la’allakum tattaquun” yang diartikan “agar kamu bertakwa”.  Kalimat ini menggunakan kata kerja sedang berlangsung (fi’il mudhari’) yang di dalam gramatikal bahasa arab mengandung makna “lil hadhir wa al-mustaqbal” (untuk masa kini dan masa mendatang) atau dalam ilmu balaghoh (ilmu tata sastra bahasa) mengandung pengertian “li al-istimror wa al-tajaddud” (terus menerus, berkesinambungan dan baharu/update).

Imam Majdudin Abu Sa’adat Al-Mubarak bin Muhammad Al-Jazari Ibnul- Atsir yang terkenal dengan nama Imam Ibnu Atsir dalam kitabnya An-Nihayah fii Gharibil Hadits wal-Atsar menjelaskan bahwa tidak salah kata "la’alla" diartikan “agar” atau “semoga”. Tetapi, sebagian orang menyangka bahwa makna itu hanya semacam dugaan atau persangkaan (zhan) dan/atau perkiraan (hisban). Sebenarnya bukan begitu. Kata tersebut bermakna ‘asaa (semoga), sedangkan ‘asaa dan la’alla jika itu berasal dari Allah, maka ia adalah sebuah jaminan kepastian (tahqiq).”

Dengan demikian,  setiap muslim yang melaksanakan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan dengan penuh kesungguhan dipastikan akan meraih derajat taqwa kepada Allah -subhanahu wa ta'ala-.  Ketakwaan ini tidak hanya bersifat sementara/temporer saja selama bulan Ramadhan, tetapi berlangsung secara terus menerus/berkesinambungan di bulan-bulan berikutnya sesudah Ramadhan. Ibadah puasa ini akan melahirkan istiqomah di dalam ketakwaan kepada Allah -subhanahu wa ta'ala-(Baca juga Tulisan ke-8: Belajar Istiqomah Selama Bulan Suci Ramadhan # 1).

Untuk itu agar kita bisa meraih istiqomah di dalam ketakwaan kepada Allah -subhanahu wa ta'ala- maka kita harus mampu mengambil hikmah/pelajaran selama bulan Ramadhan ini, antara lain:

a. Kekuatan niat
          Puasa di Bulan Ramadhan mengajarkan kepada kita tentang betapa dahsyatnya kekuatan niat. “Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta'ala”.  Niat tersebut kita ucapkan dengan kemurnian hati, keikhlasan, dan kesadaran penuh sehingga akan memberi kita energi, kekuatan dan vitalitas selama kondisi berpuasa sehingga tidak merasa lapar, haus dan lelah. Kekuatan niat inilah yang kita butuhkan untuk menghasilkan momentum terbesar dalam perubahan diri (Baca Tulisan ke-6: Ciptakan Momentum Terbesar Dalam Perubahan Diri).

b. Memperbanyak amal ibadah
       Amal sholeh yang dikerjakan seorang mukmin pada bulan Ramadhan akan mendapatkan ganjaran yang berlipat ganda, bahkan amalan sunnah yang dikerjakan akan mendapatkan pahala yang sama dengan pahala amalan wajib.
Bulan Ramadhan mengajarkan kepada kita untuk memperbanyak amal ibadah.  Makna memperbanyak disini bukan dilihat dari besarnya suatu amal ibadah yang hanya dilakukan sesaat tetapi lebih kepada pelaksanaan berbagai amal ibadah baik yang wajib maupun yang sunnah (seperti Sholat Tarawih, Qiyamul Lail, Sholat Rawatib, Sholat Dhuha, Tadarrus Al-Quran, Zikir serta amalan lainnya) dengan penuh istiqomah/ berkesinambungan (Baca juga Tulisan ke-7: Momentum Perubahan Diri Tercipta Dari Kontinuitas Amalan/Tindakan).
Amal Ibadah yang dilaksanakan dengan penuh istiqomah inilah yang kita butuhkan untuk menghasilkan momentum terbesar dalam perubahan diri  (Baca Tulisan ke-6: Ciptakan Momentum Terbesar Dalam Perubahan Diri).

c. Manajemen Waktu
       Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh rahmat dan berkah, banyak pahala dan keutamaan yang Allah -subhanahu wa ta'ala- berikan di bulan ini.  Hal ini menjadi kesempatan terbaik bagi kita untuk berfastabiqul khairat dalam memperbanyak amal ibadah.  Kita dituntut untuk bisa mengatur/memenej waktu dalam melaksanakan berbagai amal ibadah baik yang wajib maupun yang sunnah dalam waktu 24 jam sehari semalam.

Semoga kita selalu diberi kekuatan dan kemudahan dalam menjalankan ibadah di bulan suci Ramadhan ini, sehingga kita bisa meraih derajat ketakwaan di sisi Allah -subhanahu wa ta'ala- dengan penuh istiqomah serta dimasukkan ke dalam SurgaNya kelak di Yaumil Akhir.  Aamiin… Aamiin… Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin…


Minggu, 20 Mei 2018

BELAJAR ISTIQOMAH SELAMA BULAN SUCI RAMADHAN # 1 (Tulisan ke-8)

Masih ingatkah Anda dengan cerita tentang seorang anak muda yang menginginkan perubahan diri secara berkesinambungan/konsisten terutama dalam hal peningkatan amal ibadah namun yang dapat dicapai hanya perubahan sementara/temporer saja yaitu ketika memasuki bulan Ramadhan saja?. Setelah kepergian bulan Ramadhan, amal ibadahnya turun kembali ke keadaan semula (Baca Tulisan ke-4: Istiqomah Dalam Perubahan Diri).

Kondisi seperti tersebut diatas dapat juga dialami oleh umat islam lainnya, bahkan mungkin dengan kualitas yang berbeda, misalnya peningkatan amal ibadah hanya terjadi di saat awal memasuki bulan Ramadhan saja, dan kemudian terjadi penurunan di pertengahan ataupun di akhir bulan Ramadhan. Indikator sederhananya dapat kita lihat dari ukuran banyaknya saf di masjid pada saat pelaksanaan sholat wajib/tarawih berjamaah selama bulan Ramadhan.  Kenapa hal itu bisa terjadi?

Bukankah bulan suci Ramadhan merupakan bulan yang sangat istimewa dimana pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.  Allah -subhanahu wa ta'ala- juga memberikan begitu banyak keutamaan bagi kita yang melaksanakan amal ibadah di bulan Ramadhan ini, antara lain dilipatgandakannya pahala amal ibadah/amal sholeh, dosa-dosa diampuni serta doa-doa dikabulkan.

Sehingga orang-orang yang beriman akan tergerak/termotivasi untuk berlomba-lomba melaksanakan dan meningkatkan amal ibadahnya, baik yang wajib maupun yang sunnah.  Bulan Ramadhan ini juga dijadikan Allah -subhanahu wa ta'ala- sebagai sarana untuk melatih/menempa orang-orang yang beriman agar bisa memiliki sikap istiqomah -yang merupakan kunci untuk meraih  perubahan diri secara berkesinambungan/konsisten- sebagai bekal dalam menjalani cobaan dan tantangan hidup di 11 bulan berikutnya.

Istiqomah itu sendiri di dalam kamus besar Bahasa Indonesia memiliki arti sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen. Tentunya teguh pendirian/konsekuen yang dimaksud dalam hal melakukan kebaikan demi meraih ridho dari Allah -subhanahu wa ta'ala-Istiqomah muncul dari suatu proses pelaksanaan amal ibadah yang dilakukan secara rutin/terus-menerus, disertai proses introspeksi diri secara kontinyu baik secara kuantitas maupun kualitas sehingga akan membentuk kedisiplinan diri.

Proses introspeksi diri ini merupakan bagian penting untuk meraih sikap istiqomah, karena dengan introspeksi itulah kita akan selalu dapat memperbaiki serta menyempurnakan niat dan amal ibadah/tindakan kita (Baca Tulisan ke-7: Momentum Perubahan Diri Tercipta Dari Kontinuitas Amalan/Tindakan). Di bulan suci Ramadhan ini kita seharusnya dapat dengan mudah melakukan introspeksi (menilai,  mengenal dan memahami) diri kita, mengingat setan-setan diikat dan dibelenggu, sehingga penurunan amal ibadah atau kualitas keimanan seseorang yang terjadi di bulan Ramadhan ini lebih disebabkan oleh faktor hawa nafsu dan rasa malas yang ada pada diri seseorang.

Istiqomah inilah yang nantinya akan menghasilkan gerakan yang dibutuhkan dalam mempertahankan dan memperbesar momentum perubahan diri (Baca Tulisan ke-6: Ciptakan Momentum Terbesar Dalam Perubahan Diri). Sehingga nantinya tatkala kita dihadapkan pada suatu halangan/uzur tertentu, misalnya sakit atau safar (dalam perjalanan), yang mengakibatkan kita tidak dapat melaksanakan amalan rutin tersebut, namun gerakan/pahalanya tetap ada, sebagaimana hadits Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wasallam- yang artinya:  Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” 

Semoga Allah -subhanahu wa ta'ala- selalu memberi taufiq dan hidayahNya kepada kita sehingga kita dapat mengambil ilmu dan hikmah selama menjalani aktivitas di bulan suci Ramadhan ini, terutama dalam melatih diri untuk tetap istiqomah/teguh pendirian/konsisten dalam melaksanakan amal ibadah baik yang wajib maupun yang sunnah demi meraih ridho dari Allah -subhanahu wa ta'ala-. Aamiin… Aamiin… Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin…



“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS. Al-Ahzab [33] : 35).



Baca Tulisan Lainnya:

Selasa, 15 Mei 2018

MOMENTUM PERUBAHAN DIRI TERCIPTA DARI KONTINUITAS AMALAN/TINDAKAN (Tulisan ke-7)

Pada postingan Saya sebelumnya terkait Momentum Perubahan Diri (Baca Tulisan ke-6: Ciptakan Momentum Terbesar Dalam Perubahan Diri), dapat digaris bawahi bahwa untuk memulai perubahan diri, kita harus menciptakan Momentum. Waktu yang tepat untuk menciptakan Momentum adalah SEKARANG, saat dimana kita memutuskan untuk memulai Perubahan Diri.  Lantas, bagaimana cara menciptakan Momentum Perubahan Diri?.

Salah satu cara/metode yang bisa kita gunakan adalah melalui konsep Muhasabah Diri dan Amal (MDA). Dalam konsep ini, terdapat 3 tahapan yang harus dilakukan, yaitu: 1) penyusunan rencana (sebagai manifestasi niat/kemauan), 2) pelaksanaan/realisasi rencana dalam bentuk tindakan/amal perbuatan serta 3) introspeksi diri secara kontinyu. 

Sebelum kita memulai suatu tindakan/perbuatan/amalan maka harus diawali dengan niat, sebagaimana hadits Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wasallam- yang artinya: “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung niatnya dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan ....”. Niat tersebut dalam konsep MDA ini haruslah dituangkan ke dalam bentuk catatan/tulisan berupa penyusunan rencana/target (Baca Tulisan ke-5: Tetapkan Rencana Dalam Perubahan Diri).  

Mengapa demikian? Hal ini bertujuan untuk memudahkan proses penyelarasan antara niat dengan implementasinya (amalan/tindakan) serta mempermudah proses introspeksi/evaluasi diri.  Setelah rencana ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah mengimplementasikan rencana tersebut dalam bentuk amalan/tindakan.  Dalam pelaksanaan amalan/tindakan yang menjadi tolak ukur bukanlah besarnya amalan/tindakan, tetapi terletak pada adanya kontinuitas/kesinambungan/istiqomah dalam pelaksanaan amalan/tindakan tersebut. 

Allah -subhanahu wa ta'ala- tidak melihat besar kecilnya suatu amalan, walaupun amalan yang kita kerjakan itu kecil/sedikit tetapi istiqamah itu jauh lebih baik dari pada amalan yang besar/banyak tetapi hanya dilakukan sesaat, sebagaimana hadits Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wasallam- yang artinya: “Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah -subhanahu wa ta'ala- adalah amal yang terus-menerus/kontinu dikerjakan meskipun sedikit.” Ada juga peribahasa yang berbunyi “Sedikit demi sedikit lama lama menjadi bukit” yang memiliki makna bahwa usaha/upaya kecil yang dilakukan secara terus-menerus/kontinu pasti akhirnya akan memberikan hasil.

Dengan melalui tahapan 1 dan 2 saja, sebenarnya Momentum Perubahan Diri telah tercipta. Hal ini sesuai dengan penyesuaian rumus Momentum Perubahan Diri itu sendiri yaitu rencana (niat/kemauan) dikalikan tindakan (realisasi rencana).  Namun, dalam prakteknya banyak faktor yang berasal dari dalam diri maupun faktor luar yang turut menghalangi dan menghambat diri kita untuk dapat merealisasikan rencana yang telah kita buat. 

Untuk itu kita membutuhkan tahapan berikutnya (tahapan ke-3) yaitu introspeksi diri secara kontinyu, sebagai bentuk refleksi dalam mengenal diri, memahami diri, mengetahui kelebihan dan kelemahan diri serta sebagai bentuk kompromi dengan diri sendiri.  Dengan melaksanakan introspeksi diri secara kontinyu insya allah kita akan selalu dapat memperbaiki serta menyempurnakan niat dan amalan/tindakan kita demi meraih ridho dari Allah -subhanahu wa ta'ala-.

Sabtu, 05 Mei 2018

CIPTAKAN MOMENTUM TERBESAR DALAM PERUBAHAN DIRI (Tulisan ke-6)

Dari beberapa postingan Saya sebelumnya terkait perubahan diri, muncul 2 pertanyaan penting yang perlu dijawab sebelum melanjutkan membaca tulisan ini: 1) Sudahkah kita merencanakan perubahan diri kita ke arah yang lebih baik? 2) Kapan saat yang tepat bagi kita untuk merencanakan/memulai perubahan diri kearah yang lebih baik?

Untuk pertanyaan pertama, masing-masing kita dapat menjawabnya secara pribadi sedangkan untuk pertanyaan kedua, masing-masing kita pastinya akan memiliki jawaban yang berbeda-beda. Namun menurut Saya, saat yang tepat bagi kita untuk merencanakan/memulai perubahan diri adalah SEKARANG!!!… ya… benar… “Sekaranglah waktunya untuk merencanakan perubahan diri kita, “Sekaranglah Momentum bagi kita untuk memulai perubahan diri.

Memang, seringkali kita menggunakan waktu-waktu tertentu sebagai Momentum perubahan diri atau peningkatan kualitas diri, misalnya Momentum hari ulang tahun (saat bertambahnya usia), Momentum tahun baru (Masehi/Hijriyah) dan Momentum bulan suci ramadhan (bulan puasa), mengapa demikian?...

Hal ini antara lain karena “kesadaran diri” kita pada waktu-waktu tersebut meningkat, kesadaran tersebut meliputi: kesadaran akan pentingnya waktu, kesadaran melihat masa lalu sebagai sejarah untuk diambil hikmahnya, kesadaran untuk berubah, kesadaran untuk berbuat yang lebih baik (kebaikan) maupun kesadaran lainnya.

Namun, kebanyakan dari kita tidak mampu memanfaatkan Momentum tersebut, kesadaran yang muncul saat kita bertambah usia, saat mengawali tahun baru Masehi/Hijriyah atau di saat bulan suci ramadhan, tidaklah mampu kita pertahankan. Kesadaran yang tercipta saat itu tidak mampu mengantarkan kita kepada suatu sikap disiplin/keteguhan diri/konsistensi diri/istiqomah.

Untuk bisa mendapatkan manfaat maksimal terhadap Momentum, maka kita harus memahami konsep mengenai Momentum itu sendiri.  Apa itu Momentum? Dalam kamus besar Bahasa Indonesia Momentum memiliki 3 arti yaitu: 1) saat yang tepat 2) kesempatan dan 3) dalam istilah Fisika, diartikan sebagai besaran yang berkaitan dengan benda yang besarnya sama dengan hasil kali massa benda yang bergerak itu dan kecepatan geraknya; kuantitas gerak. 

Dalam konsep fisika, Momentum muncul karena ada benda yang bergerak, rumus momentum itu sendiri adalah p (Momentum) = m (massa benda) x v (kecepatan benda). Momentum akan semakin besar jika massa dan kecepatannya semakin besar. Begitupula sebaliknya, semakin kecil massa dan kecepatan suatu benda maka akan semakin kecil pula Momentumnya. 

Senada dengan konsep tersebut, jika massa diibaratkan seperti rencana (niat/kemauan) dan kecepatan diibaratkan seperti tindakan (realisasi rencana), maka semakin besar rencana (niat/kemauan) serta tindakan (realisasi rencana) maka Momentum yang dihasilkan akan semakin besar. Begitupun sebaliknya, semakin kecil rencana (niat/kemauan) dan tindakan (realisasi rencana) maka semakin kecil pula Momentumnya. 

Sebagai contoh, di bulan suci Ramadhan (yang tinggal beberapa hari lagi),  Momentum Perubahan Diri dan Amal Ibadah yang tercipta saat itu biasanya cukup besar seiring dengan besarnya niat/kemauan (yang terbesit dalam pikiran) serta tindakan kita yang berupa pelaksanaan amal ibadah.  Pada saat itu kita melakukan Ibadah Wajib yaitu berpuasa sebulan penuh, sholat 5 waktu berjamaah dan mengeluarkan Zakat ditambah dengan pelaksanaan ibadah sunnah seperti Sholat Tarawih, Sholat Rawatib, Sholat Dhuha, Sholat Tahajjud, Sholat Witir, mengaji dan mengkaji Al-Quran, Bersedekah serta amalan sunnah lainnya.

Momentum yang telah tercipta ini akan tetap ada dan terus membesar jika kita tetap mempertahankan gerakan/tindakan kita.  Gerakan terus menerus yang kita lakukan inilah yang akan menciptakan momentum bagi diri kita untuk mencapai tujuan yang diinginkan (sukses dunia dan akhirat).  Sekali kita berhenti, maka kita akan membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk bergerak kembali.  

Untuk itu, agar kita dapat menciptakan Momentum Terbesar dalam Perubahan Diri dan Amal Ibadah, maka kita dapat menuangkan niat/kemauan yang terbesit dalam pikiran kedalam bentuk catatan/tulisan (perencanaan) secara berkesinambungan dengan memanfaatkan cara/alat/ metode/panduan dalam Muhasabah Diri dan Amal (MDA) sebagai alat untuk menggerakkan/melatih sikap disiplin/keteguhan diri/konsistensi diri/istiqomah yang ada pada diri kita menuju perubahan diri yang lebih baik sebagai wujud pendekatan diri kita kepada Allah -subhanahu wa ta'ala-. Insya Allah.